
di Surabaya.
Perkembangan dan prospek usaha di Jawa Timur sulit untuk dipisahkan dari kondisi ekonomi nasional secara makro. Sebagai basis ekonomi/bisnis terbesar kedua setelah DKI Jakarta, Jawa Timur bisa merasakan langsung efek dari setiap perubahan indikator ekonomi makro yang terjadi.Demikian juga geliat bisnis sektor properti.
Jika di Jakarta terus tumbuh sejumlah kawasan baru hunian dan komersial, maka demkian juga di Surabaya (Jatim). Namun, terkadang, para developer Jatim agak over-confidence dalam berbisnis. Begitu banyak suplai ruang ke pasar, khususnya properti komersial, tapi entah bagaimana daya serapnya.
Coba kita lihat dari Kredit properti di Jatim yang dikucurkan bank umum pada Th2003 & Th2004 yakni hanya Rp2,4 triliun, dari total outstanding kredit bank Rp64,83 triliun. Nilai kredit ini sangat kecil jika dibandingkan realitas suplai properti di pasar. Hal ini tentu bukan karena bank sulit mengucurkan kredit, tapi gerak pasar properti sendiri yang nampaknya berjalan lamban.
Coba bayangkan, total luas ruang (space) proyek-proyek komersial (ruko, plaza/mall, trade centre, perkantoran) di Surabaya pada 2003 mencapai 1.200.000m2 lebih dan pada Th2004 & 2005 ada ketambahan sekitar 800.000m2 lagi, setelah masuknya proyek Pasar Atum Shopping Complex, Royal Plaza di Ketintang, Kembang Jepun Trade Centre, BG Junction, Kapas Kerampung Commercial Center, dan ITC Mega Grosir di Kapas Kerampung.
Artinya antara 2003 hingga kahir 2005 dan awal 2006 total pasok space komersial mencapai sekitar 2 juta m2 lebih. Jika harga jual per meter (patokan harga terbawah) misalnya Rp10 juta/m2, maka total luas pasok ruang komersial itu harusnya menyerap dana Rp 20 triliun. Sementara total kredit properti dari 2003 - 2005 hanya Rp4,6 triliun. Itu baru penghitungan untuk proprti komersial. Belum termasuk hunian (realestat, apartemen) atau industrial estate (kawasan industri).
Data di atas menunjukkan betapa tidak lakunya properti di Surabaya, namun semangat membangun terus menyala. Hanya sektor realestat saja yang nampak lebih realistis, karena proyek dibangun setelah terjual. Data kredit tadi memang tidak bisa dibuat patokan, karena bisa jadi orang beli pakai uang cash atau dipinjemi oleh pembiayaan internal developernya.
Tapi seberapa besarkah jumlah pembeli properti dengan uang cash? Dan seberapakah jumlah developer yang menyiapkan pembiayaan sendiri bagi pembelinya? Sebagian besar nampaknya masih menggantungkan bank (kredit kepemilikan/KPR). Bahkan untuk biaya pembangunan phisiknya saja, developer juga masih menggantungkan dari bank.
2006 - 2008
Sementara itu, pada 2007 - 2008 pasok properti di Surabaya juga semakin 'menggila'. Dari produk [property] komersial tidak terlalu banyak, memang, yakni hanya City Of Tomorrow (CITO) di Bundaran Waru, Surabaya Town Square (SUTOS) di Jl. Adityawarman, dan Mall Ciputra World di Jl. Mayjen Sungkono.
Namun dari propduk [property] residential, khususnya apartemen, pasokannya luar biasa besar. Sedikitnya terdapat delapan proyek apartemen tengah dibangun dan dipasarkan di Kota Surabaya dengan total unit 4.908 bernilai jual sekitar Rp1,9 triliun.
Namun daya serap pasar properti di 'kota pahlawan' ini terus merangkak naik sejak dua tahun terakhir. Kedelapan proyek hunian mewah vertikal tersebut sudah masuk pasar sejak 2006 dan penjualannya ratarata sudah di atas 80%.
Proyek hunian mewah dimaksud antara lain dua menara di kawasan Ciputra World yang memiliki 464 unit ruang apartemen. Proyek tersebut dibangun Grup Ciputra di Jl. Mayjen Sungkono, dirancang menyatu dengan kawasan komersial seluas 7,7 hektare. Kemudian Waterplace Apartement yang terdiri enam towers, dan memiliki 2.000 unit ruang apartemen di komplek Pakuwon Indah (Grup Pakuwon).
Lantas dua menara kembar Aston Place sebanyak 164 unit yang dibangun PT Adco Graha Sejahtera di Jl. Jaksa Agung Suprapto. Serta 240 unit apartemen di dalam superblok The City of Tomorrow (Cito) yang dibangun Grup Lippo. Selain itu, dua menara The Adiwangsa 372 unit yang dibangun PT Adhibaladika Agung di kawasan Bukit Darmo Golf, Surabaya Barat, kemudian tiga menara Metropolis sebanyak 800 unit di Jl Tenggilis yang dibangun PT Aktivitas Putra Mandiri dan Apartemen Kosmopolis dengan 180 unit dibangun oleh PT Kreativitas Putra Mandiri, serta menara apartemen Pangeran Residences sebanyak 688 unit yang dibangun oleh Grup Samator (PT Duta Karya Pangera Mulia).
Dari data yang saya peroleh, kedelapan proyek apartemen yang ditargetkan selesai pembangunannya antara 2008 - 2009 tersebut rata-rata sudah terjual 80%. Sebagian besar dipasarkan dengan sistem strata-tittle dan sebagian kecil services.
Kalangan pelaku usaha properti di Surabaya meyakini bahwa pasar hunian mewah vertikal di Kota Surabaya ke depan akan sangat potensial. Optimisme itu seiring terus menggeliatnya Kota Surabaya sebagai kota metropolis. Pembeli properti di kota ini bukan hanya warga lokal, tapi juga banyak yang dari Jakarta dan dari beberapa kota di Kawasan Timur Indonesia [KTI]. bahkan dari Singapura, malaysia, Taiwan, dan Tiongkok. Diantara pembeli, sebagian justru untuk ditempati sendiri [end user] dan lainnya untuk investasi.
Meski pasokan unit properti terus melimpah, tapi harga jual nampaknya tetap akan menjadi pilihan penting bagi calon pembeli, meski lokasi tetap menjadi pertimbangan. (cak item)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar