Senin, 14 April 2008

Suramadu, bukan sekedar jembatan



Dari aspek teknis, mega proyek Jembatan Suramadu (Surabaya – Madura) sepanjang 5,4 Km bukanlah pekerjaan yang sederhana. Pemerintah Jepang pun butuh waktu panjang saat merealisasi Jembatan yang menghubungkan Kota Osaka dengan Bandara Kansai, di atas laut sepanjang 5,6 Km.


Dari aspek pendanaan, mega proyek jembatan ini juga tidak tergolong beruntung.Karena ketika proyek sudah dimulai, bahkan sudah pengerjaan konstruksi bentang tengah, secara kebetulan kondisi keuangan negara sedang berat, menyusul tingginya inflasi pasca naiknya harga BBM akibat sempat tingginya harga menyak-mentah dunia hingga di atas US$70/barel. Dan itu sangat mempengaruhi APBN, karena di APBN harga minyak mentah hanya dipatok US$50/barel dan US$55/barel.



Dari aspek politik, nasib jembatan itu juga tidak baik, karena keberadaan proyek itu sempat ‘dimanfaatkan’ oleh rezin Presiden Mewgawatie Soekarnoputrie untuk menarik simpati warga Jatim, khususnya masyarakat Madura. Begitu rezim pemerintahan berganti, nasib proyek ini terkesan hanya dipandang sebelah mata.


Disetujuinya pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak ke Teluk Lamong, meski hanya disetujui 60 hektare dari rencana 300 ha lebih, juga tidak memperkuat posisi Jembatan Suramadu. Karena jika pengembangan pelabuhan itu sepenuhnya di Bangkalan, Madura, maka existensi jembatan akan semakin strategis.


Terkait dengan itu semua investor (asal China) yang mendanai sebagian proyek sempati ragu, karena dana pengembalian investasi dari jembatan yang rencananya akan dikomersialkan (jebatan tol) itu bisa terganggu jika volume kendaraan yang lewat jembatan hanya sedikit.


Jembatan Suramadu, jika hanya didekati dengan pertimbangan investasi untung-rugi, tentu bukanlah sektor yang menguntungkan. Tapi jika dilihat dari kepentingan pengembangan Madura ke depan, maka keberadaan jembatan itu menjadi sangat strategis. Maka itu pendanaan proyek hendaknya tidak menggantungkan dana investor, tapi anggarkan seluruhnya dari APBN dan APBD. Jadikan Suramadu sebagai proyek ideologis, bukan investatif. Jadikan Suramadu sebagai Jembatan Budaya.


Gambaran ProyekJembatan Suramadu diperkirakan menelan biaya Rp. 2,83 Triliau. Rinciannya, biaya konstruksi Rp. 2,38 Triliun, biaya pembebasan tanah dan jalan pendekat Rp. 450 Miliar. Sumber dana berasal dari APBN, APBD, dan pinjaman dan investasi asing (China).


Panjang jembatan 5.438 meter, dengan lebar 2 x 15 meter (total 30 meter). Untuk kendaraan dibagi dua lajur, masing-masing lajur 2 x 3,5 meter. Untuk lajur lambat/darurat 2 x 2,25 meter. Lajur untuk kendaraan roda dua 2 x 2,75 meter. Kelandaian maksimum 3%, jalan pendekat sisi Surabaya 4,35 Km, sedangkan Jalan pendekat Sisi Madura 11,50 Km.


Jelang Pilpres 2009


Kini, jembatan Suramdu kembali menjadi perhatian pemerintah. Mega proyek ini kembali dikebut. Meski progress project baru 75%, namun sudah berani dijadwalkan beroperasi akhir 2008. Tentu 'kebut-kebutan' pengerjaan mega proyek ini tidak terlepas dari kepentingan politik 2009.


Dari aspek budaya, keberadaan jembatan ini sangat penting bagi warga Madura. Sehingga sangat mungkin penyelesaian mega proyek sebelum 2009 ini akan mendapat simpati besar dari warga, sehingga muara politiknya sangat mudah ditebak.


Dari aspek ekonomi-bisnis, keberadaan jembatan ini akan memajukan Madura dan Jatim secara umum, karena mobilisasi investasi di sektor industri akan difokuskan ke daerah Bangkalan. Selain di situ juga akan dibangun pelabuhan berskala internasional. Tapi fakto-faktor pendukung secara psikologikal terhadap proyek phisik itu nampaknya belum digarap serius. Misalnya kesiapan SDM Madura menghadapi industrialisasi. Siapa yang bertanggung-jawab terhadap aspek ini??? (cak item)


Tidak ada komentar: