
Dubai Ports masuk TPSDubai Ports World Co. (DPW) Maret 2006 telah membeli seluruh saham (49%) milik Paninsular and Oriental Steam Navigation Company (P&O) di PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS). Sementara 51% saham lainnya tetap dimiliki PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III.
Sekilas take over saham itu adalah peristiwa bisnis biasa, yang tidak memiliki arti apapun bagi Surabaya (Jawa Timur). Karena take over saham itu tidak mengubah komposisi apapun dalam struktur kepemilikan TPS, dan mayoritas saham terminal barang itu masih dimiliki negara (Pelindo III).
Tapi, pertanyaannya, kenapa Dubai Port berani membeli saham TPS, meski secara bisnis terminal petikemas itu tidak termasuk sektor usaha yang istimewa. Di sinilah pentingnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) jeli. Apakah dibalik traksaksi itu ada hiddden agenda besar yang tengah diskenariokan Dubai Port.Perpindahan kepemilkan saham di TPS itu bisa saja ditafsirkan sebagai bentuk kepercayaan Dubai (yang kini memiliki peran ekonomi strategis dunia) terhadap iklim usaha di Jatim.
Pemprov sebaiknya mengucapkan SELAMAT DATANG kepada 'Tuan Dubai' atas berkenan masuk Surabaya melalui TPS. Ucapkan terima-kasih atas kepercayaan tersebut, dan segera rancang penawaran investasi lainnya yang mungkin bisa digarap Dubai.
Peristiwa bisnis ini hampir mirip masuknya Philip Moris ke PT HM Sampoerna, salah satu diva pabrik rokok di Indonesia yang berlokasi di Surabaya. Ada baiknya Gubernur mengucapkan SELAMAT-DATANG kepada 'Tuan Philip Moris' yang telah berkenan masuk Surabaya melalui PT. HM Sampoerna.
Memang masuknya Philip Moris ke HM Sampoerna secara ekonomi tidak memiliki pengaruh langsung bagi Jatim. Karena investasi itu hanya transaksi kepemilikan. Sementara pabrik rokoknya sudah dulu ada, dan tidak akan ditambah dengan masuknya 'Tuan Philip Moris'.
Tapi jangan lupa. Perkenan masuk ke Surabaya saja sudah akan bisa mengubah kepercayaan asing terhadap iklim investasi di Surabaya (Jatim). Transaksi saham senilai Rp16,5 triliun itu adalah peristiwa yang dahsyat yang pernah terjadi bagi kepemilikan bisnis di Surabaya.
Seiring dengan itu, harusnya ditawarkan juga sederet potensi bisnis yang bisa 'dimainkan' oleh investor asing (Dubai dan AS) tersebut.Masih banyak sektor strategis yang bisa digarap di Jatim. Misalnya proyek infrastruktur (tol, bandara perintis, kelistrikan, proyek air bersih). Atau sektor manufaktur seperti pupuk, farmasi, semen, atau sektor pertambangan migas, dan sektor pariwisata. (cak item)
Sekilas take over saham itu adalah peristiwa bisnis biasa, yang tidak memiliki arti apapun bagi Surabaya (Jawa Timur). Karena take over saham itu tidak mengubah komposisi apapun dalam struktur kepemilikan TPS, dan mayoritas saham terminal barang itu masih dimiliki negara (Pelindo III).
Tapi, pertanyaannya, kenapa Dubai Port berani membeli saham TPS, meski secara bisnis terminal petikemas itu tidak termasuk sektor usaha yang istimewa. Di sinilah pentingnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) jeli. Apakah dibalik traksaksi itu ada hiddden agenda besar yang tengah diskenariokan Dubai Port.Perpindahan kepemilkan saham di TPS itu bisa saja ditafsirkan sebagai bentuk kepercayaan Dubai (yang kini memiliki peran ekonomi strategis dunia) terhadap iklim usaha di Jatim.
Pemprov sebaiknya mengucapkan SELAMAT DATANG kepada 'Tuan Dubai' atas berkenan masuk Surabaya melalui TPS. Ucapkan terima-kasih atas kepercayaan tersebut, dan segera rancang penawaran investasi lainnya yang mungkin bisa digarap Dubai.
Peristiwa bisnis ini hampir mirip masuknya Philip Moris ke PT HM Sampoerna, salah satu diva pabrik rokok di Indonesia yang berlokasi di Surabaya. Ada baiknya Gubernur mengucapkan SELAMAT-DATANG kepada 'Tuan Philip Moris' yang telah berkenan masuk Surabaya melalui PT. HM Sampoerna.
Memang masuknya Philip Moris ke HM Sampoerna secara ekonomi tidak memiliki pengaruh langsung bagi Jatim. Karena investasi itu hanya transaksi kepemilikan. Sementara pabrik rokoknya sudah dulu ada, dan tidak akan ditambah dengan masuknya 'Tuan Philip Moris'.
Tapi jangan lupa. Perkenan masuk ke Surabaya saja sudah akan bisa mengubah kepercayaan asing terhadap iklim investasi di Surabaya (Jatim). Transaksi saham senilai Rp16,5 triliun itu adalah peristiwa yang dahsyat yang pernah terjadi bagi kepemilikan bisnis di Surabaya.
Seiring dengan itu, harusnya ditawarkan juga sederet potensi bisnis yang bisa 'dimainkan' oleh investor asing (Dubai dan AS) tersebut.Masih banyak sektor strategis yang bisa digarap di Jatim. Misalnya proyek infrastruktur (tol, bandara perintis, kelistrikan, proyek air bersih). Atau sektor manufaktur seperti pupuk, farmasi, semen, atau sektor pertambangan migas, dan sektor pariwisata. (cak item)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar