
Sejak ratusan tahun Kota Surabaya sudah dikenal sebagai pintu utama bagi kegiatan ekonomi-bisnis Jawa Timur. Bahkan juga bagi Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Hampir semua perusahaan ekspor-impor di KTI rata-rata membuka kantor cabang di kota ini (Surabaya) guna memudahkan urusan bisnisnya.Posisi Surabaya (secara geografis) yang strategis itu telah menjadikan pertumbuhan bisnis di kota yang sudah berumur 700 tahun itu maju pesat, khususnya sektor industri dan manufaktur.
Hampir semua industri, mulai dari industri berat hingga aneka industri dengan ribuan (varian) produk ada di kota ini.Bahkan perkembangan industri di Surabaya telah merembet ke kota-kota satelit yang mengitarinya, seperti Gresik, Lamongan, Tuban, Pasuruan, Mojokerto dan Sidoarjo.
Sedikitnya terdapat 12 kawasan industri (KI) dengan skala ribuan hektar di kawasan tersebut (Surabaya dan sekitarnya). Belum termasuk puluhan lokasi industrial estate (bukan anggota HKI) dengan areal jauh lebih luas dari 12 KI yang ada.Tak pelak pertumbuhan jasa pengapalan dan lalu lintas barang—yang hanya mengandalkan Pelabuhan Tanjung Perak—ikut tumbuh pesat.
Hanya saja fasilitas yang dimiliki oleh pelabuhan itu (Tanjung Perak) relatif terbatas. Kare
na selain industri di sekitar Surabaya yang mamakai fasilitas tersebut, juga aktivitas perdagangan antar pulau di KTI.Kondisi inilah yang menjadikan Pemkot Surabaya ‘resah’. Khawatir kegiatan investasi di masa depan menjadi terganggu, jika tidak segera diikuti pertumbuhan fasilitas kepelabuhanan dengan kapasitas yang memadai.
Berdasarkan data PT Pelindo III Kantor Cabang Tanjung Perak, kapasitas Terminal Petikemas Surabaya (TPS) yang ada di pelabuhan itu hanya 1,7 juta TEU’s (twenty foot equivalent units). Sementara aktivitas pemakaian saat ini sudah mendekati angka 75% dari kapasitas yang tersedia. Diduga pada akhir 2005 dan awal 2006 pemakaian TPS sudah mencapai 75% lebih. Sehingga pengembangan Tanjung perak sudah sangat mendesak.
TELUK LAMONG
Teluk Lamong adalah pilihan lokasi paling tepat. Rencananya akan dibangun di tengah laut—sekitar 2 km dari bibir pantai teluk tersebut (bukan di muara Sungai Kali lamong). Lokasi proyek berbasis reklamasi itu nantinya akan dihubungkan dengan jembatan (1,5 km – 2 km) yang berbasis di pantai Tambak Osowilangun.
Pada tahap awal akan dibangun seluas 60 ha dengan kapasitas terminal petikemas 1 juta TEU’s. Sehingga total TPS Tanjung Perak dan Teluk Lamong menjadi 2,7 juta TEU’s.Jika proyek ini segera terwujud, maka adalah satu-satunya di Indonesia pelabuhan laut yang berada di tengah laut. Persis seperti pelabuhan udara Kansai, Osaka-Jepang yang dihubungan dengan jembatan 5,6 km.
Karena lebarnya jarak antara pantai dan lokasi proyek yakni antara 1,5 km - 2 km, maka Pelabuhan Teluk Lamong nantinya tidak memerlukan bangunan break water sehingga tidak akan terjadi back water atas aliran air dari Sungai Kali Lamong. Dengan luasan jarak darat ke lokasi proyek maka aliran air dari Sungai Kali Lamong akan masuk ke laut seluruhnya.
Pada grand master plan proyek, sebenarnya rencana Pelabuhan Teluk Lamong seluas 386,12 ha senilai Rp6 triliun. Namun karena kebutuhan pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak sangat mendesak, maka prioritas yang akan dibangun hanya 60 ha terlebih dahulu senilai Rp3 triliun.
Urgensi pengembangan Tanjung Perak (ke Teluk Lamong) juga terkait dengan klausul kontrak antara Pelindo III dengan P&O Australia Pty.Ltd (kini dibeli Dubai Port Inc) yang memiliki share 49% atas Terminal Petikemas Surabaya/TPS (share Pelindo III masih 50% dan Kopkar Pelindo III 1%).
Hampir semua industri, mulai dari industri berat hingga aneka industri dengan ribuan (varian) produk ada di kota ini.Bahkan perkembangan industri di Surabaya telah merembet ke kota-kota satelit yang mengitarinya, seperti Gresik, Lamongan, Tuban, Pasuruan, Mojokerto dan Sidoarjo.
Sedikitnya terdapat 12 kawasan industri (KI) dengan skala ribuan hektar di kawasan tersebut (Surabaya dan sekitarnya). Belum termasuk puluhan lokasi industrial estate (bukan anggota HKI) dengan areal jauh lebih luas dari 12 KI yang ada.Tak pelak pertumbuhan jasa pengapalan dan lalu lintas barang—yang hanya mengandalkan Pelabuhan Tanjung Perak—ikut tumbuh pesat.
Hanya saja fasilitas yang dimiliki oleh pelabuhan itu (Tanjung Perak) relatif terbatas. Kare
na selain industri di sekitar Surabaya yang mamakai fasilitas tersebut, juga aktivitas perdagangan antar pulau di KTI.Kondisi inilah yang menjadikan Pemkot Surabaya ‘resah’. Khawatir kegiatan investasi di masa depan menjadi terganggu, jika tidak segera diikuti pertumbuhan fasilitas kepelabuhanan dengan kapasitas yang memadai.
Berdasarkan data PT Pelindo III Kantor Cabang Tanjung Perak, kapasitas Terminal Petikemas Surabaya (TPS) yang ada di pelabuhan itu hanya 1,7 juta TEU’s (twenty foot equivalent units). Sementara aktivitas pemakaian saat ini sudah mendekati angka 75% dari kapasitas yang tersedia. Diduga pada akhir 2005 dan awal 2006 pemakaian TPS sudah mencapai 75% lebih. Sehingga pengembangan Tanjung perak sudah sangat mendesak.
TELUK LAMONG
Teluk Lamong adalah pilihan lokasi paling tepat. Rencananya akan dibangun di tengah laut—sekitar 2 km dari bibir pantai teluk tersebut (bukan di muara Sungai Kali lamong). Lokasi proyek berbasis reklamasi itu nantinya akan dihubungkan dengan jembatan (1,5 km – 2 km) yang berbasis di pantai Tambak Osowilangun.
Pada tahap awal akan dibangun seluas 60 ha dengan kapasitas terminal petikemas 1 juta TEU’s. Sehingga total TPS Tanjung Perak dan Teluk Lamong menjadi 2,7 juta TEU’s.Jika proyek ini segera terwujud, maka adalah satu-satunya di Indonesia pelabuhan laut yang berada di tengah laut. Persis seperti pelabuhan udara Kansai, Osaka-Jepang yang dihubungan dengan jembatan 5,6 km.
Karena lebarnya jarak antara pantai dan lokasi proyek yakni antara 1,5 km - 2 km, maka Pelabuhan Teluk Lamong nantinya tidak memerlukan bangunan break water sehingga tidak akan terjadi back water atas aliran air dari Sungai Kali Lamong. Dengan luasan jarak darat ke lokasi proyek maka aliran air dari Sungai Kali Lamong akan masuk ke laut seluruhnya.
Pada grand master plan proyek, sebenarnya rencana Pelabuhan Teluk Lamong seluas 386,12 ha senilai Rp6 triliun. Namun karena kebutuhan pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak sangat mendesak, maka prioritas yang akan dibangun hanya 60 ha terlebih dahulu senilai Rp3 triliun.
Urgensi pengembangan Tanjung Perak (ke Teluk Lamong) juga terkait dengan klausul kontrak antara Pelindo III dengan P&O Australia Pty.Ltd (kini dibeli Dubai Port Inc) yang memiliki share 49% atas Terminal Petikemas Surabaya/TPS (share Pelindo III masih 50% dan Kopkar Pelindo III 1%).
Pada perjanjian kontrak masuknya P&O Australia disepakati bahwa setelah pemakaian TPS mencapai 75% dari kapasitas 1,7 juta TeUS, maka pihak Pelindo III berkewajiban melakukan pengembangan Tanjung Perak ke lokasi lain. Sesuai kontrak, P&O Australia Pty.Ltd diberi opsi pertama untuk ambil bagian pada proyek pengembangan di Teluk Lamong.
Namun jika opsi itu tidak diambil, maka pihak Pelindo III akan ‘melempar’ ke pihak lain. Namun, kini P7O telah dibeli seluruh sahamnya di TPS oleh Dubai Port. Kita tunggu komitmen Dubai Port mengembangkan TPS ke depan.
Namun sayang, Pemprov Jatim hanya menyetujui 60 ha saja Pelabuhan dan Terminal Barang Teluk Lamong dibangun. Karena Teluk Lamong dalam RT-RW Provinsi merupakan kawasan penghijauan. Pemprov mengarahkan pengembangan Tanjung Perak itu ke Madura atau Lamongan. (cak item)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar