
Penerapan Otonomi Daerah mau-tidak mau telah memaksa para pimpinan Pemerintahan di daerah melakukan kreasi untuk memperbanyak investasi masuk ke wilayahnya. Dalam konteks ini PemProv Jawa Timur patut diacungi jempol. Pemda ini tidak sekedar melakukan pendekatan normatif, seperti menikatkan keamanan, mengendorkan regulasi, atau mempermudah perizinan. Namun, lebih dari itu, juga mendirikan sebuah lembaga pengerah investasi, namanya PT Jatim Investment Managament (JIM). Semacam perusahaan pengelola investasi, berstatus BUMD dan pendiriannya berdasarkan Perda pada Tahun 2004.
Badan itu (JIM) bertugas ‘memburu ‘ dana investasi asing maupun lokal untuk dikelola sebagai investasi, baik langsung (direct invesment) maupun tidak langsung (indirect invesment). Namun tugas pokoknya, memang, lebih mengedepankan pengelolaan dana untuk investasi infrastruktur.
Pada tubuh JIM juga ada Komite Investasi (mungkin semacam komisaris) dan orang-orangnya kebetulan cukup punya nama, a.l. Erlangga Satriagung (Ketua Kadin Jatim), Dahlan Iskan (CEO Grup Jawa Pos & Dirut PT Wira Jatim), mantan dirut Semen Gresik Oerip Timuryono, Dirut Bank Jatim Agus Sulaksono, dan Mustofa dari kantor akuntan publik HTM.
Arah Perjalanan JIMPertanyaannya, sejauh-manakah kemampuan JIM mengerahkan dana investasi, khususnya dana asing. Sebagai lembaga baru di bidang fund managament, terlebih lagi berstatus BUMD, apakah cukup memiliki kemampuan untuk meyakinkan investor, khususnya investor asing. Di sini Pemda Jatim harus ekstra ketat mengarahkan JIM. Jangan membiarkan lembaga itu hanya sekedar menjadi semacam trading galery untuk reksadana atau obligasi. JIM harus berbeda dengan perusahaan sekuritas lain. Karena dasar pendiriannya adalah untuk penggerak investasi sektor riil dalam membantu Pemda, khususnya sektor infrstruktur untuk kepentingan publik dimana Pemprov tidak memiliki biaya untuk pembangunannya.
Kalau keberadaan JIM hanya untuk berdagang reksadana, ngapain pendiriannya harus berdasarkan Perda yang nota-bene pengesahannya harus melalui jalan berliku di DPRD dan memakan waktu panjang. Lagi pula ngapain Pemprov bikin BUMD 'penjual reksadana' jika tidak memiliki manfaat langsung bagi warga masyarakat.
Senyampang belum terlalu jauh, perlu dilakukan re-orientasi arah perjalanan JIM. DPRD harus kritis, dan mempertanyakan existensi JIM bagi kepentingan warga. Bagaimanapun pendirian JIM adalah disahkan oleh Dewan. Jangan karena statusnya yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) lantas tidak bisa disentuh oleh Dewan.
Sudah beberapa tahun JIM berdiri, namun masih banyak proyek infrstruktur di jatim yang tidak jalan akibat terbatasnya pendanaan. Padahal di sinilah pentingnya JIM dibentuk. JIM idealnya mengupayakan penerbitan obligasi oleh Pemprov (municipal bond) untuk pembiayaan proyek-proyek strategis daerah. Bukan seperti sekarang, sekedar berjulan reksadana dan saham.
Badan itu (JIM) bertugas ‘memburu ‘ dana investasi asing maupun lokal untuk dikelola sebagai investasi, baik langsung (direct invesment) maupun tidak langsung (indirect invesment). Namun tugas pokoknya, memang, lebih mengedepankan pengelolaan dana untuk investasi infrastruktur.
Pada tubuh JIM juga ada Komite Investasi (mungkin semacam komisaris) dan orang-orangnya kebetulan cukup punya nama, a.l. Erlangga Satriagung (Ketua Kadin Jatim), Dahlan Iskan (CEO Grup Jawa Pos & Dirut PT Wira Jatim), mantan dirut Semen Gresik Oerip Timuryono, Dirut Bank Jatim Agus Sulaksono, dan Mustofa dari kantor akuntan publik HTM.
Arah Perjalanan JIMPertanyaannya, sejauh-manakah kemampuan JIM mengerahkan dana investasi, khususnya dana asing. Sebagai lembaga baru di bidang fund managament, terlebih lagi berstatus BUMD, apakah cukup memiliki kemampuan untuk meyakinkan investor, khususnya investor asing. Di sini Pemda Jatim harus ekstra ketat mengarahkan JIM. Jangan membiarkan lembaga itu hanya sekedar menjadi semacam trading galery untuk reksadana atau obligasi. JIM harus berbeda dengan perusahaan sekuritas lain. Karena dasar pendiriannya adalah untuk penggerak investasi sektor riil dalam membantu Pemda, khususnya sektor infrstruktur untuk kepentingan publik dimana Pemprov tidak memiliki biaya untuk pembangunannya.
Kalau keberadaan JIM hanya untuk berdagang reksadana, ngapain pendiriannya harus berdasarkan Perda yang nota-bene pengesahannya harus melalui jalan berliku di DPRD dan memakan waktu panjang. Lagi pula ngapain Pemprov bikin BUMD 'penjual reksadana' jika tidak memiliki manfaat langsung bagi warga masyarakat.
Senyampang belum terlalu jauh, perlu dilakukan re-orientasi arah perjalanan JIM. DPRD harus kritis, dan mempertanyakan existensi JIM bagi kepentingan warga. Bagaimanapun pendirian JIM adalah disahkan oleh Dewan. Jangan karena statusnya yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) lantas tidak bisa disentuh oleh Dewan.
Sudah beberapa tahun JIM berdiri, namun masih banyak proyek infrstruktur di jatim yang tidak jalan akibat terbatasnya pendanaan. Padahal di sinilah pentingnya JIM dibentuk. JIM idealnya mengupayakan penerbitan obligasi oleh Pemprov (municipal bond) untuk pembiayaan proyek-proyek strategis daerah. Bukan seperti sekarang, sekedar berjulan reksadana dan saham.
Bahkan JIM hanya lebih sibuk mengurus anak perusahaan yang bergerak di sektor penyewaan tanki minyak (BBM solar industri). JIM harusnya tidak lepas dari tujuan dasar pembentukannya, yakni memobilisir dana besar untuk kepentingan investasi dan penyediaan infrastruktur di Jatim.
Maka itu JIM perlu bersinergi dengan perusahaan-perusahaan fund managament asing yang sudah memiliki nama secara internasional. Mengingat JIM masih baru, modalnya masih kecil, statusnya BUMD. Sehingga tidak mudah membangun jaringan bisnis investasi secara internasional.
Dalam konteks ini, penulis pernah mencoba membawa PT Nikko Sekuritas (patungan lokal-Jepang) ke Gubernur Imam Utomo, untuk dijajagi kemungkinan kerjasama Nikko dengan JIM (menjelang kelahiran JIM). Tidak tanggung-tanggung, semua direksi Nikko Securitas ikut saat itu (termasuk Hariyanto dan Adler Manurung) saat diterima Gubernur.
Gubernur saat itu didampingi Ketua Kadin Jatim Erlangga Satriagung dan sejumlah kepala Biro dan kepala Dinas, termasuk Kepala Bapeprov Hadi Prasojo.
Gubernur telah memerintahkan kepada jajarannya untuk menindak-lanjuti pertemuan tersebut. Namun, sejauh ini (sudah tua tahun lebih) tidak ada follow up atas pertemuan itu. (cak item)